Ada sebagian masyarakat Jawa yang mengartikan istilah guru kependekan dari digugu dan ditiru. Istilah ini mengandung makna bahwa sosok seorang guru harus dapat dipercaya setiap ucapannya dan dicontoh segala tindakan dan perilakunya oleh para peserta didik.
Kenyataan
menunjukkan bahwa para peserta didik akan selalu memperhatikan para gurunya. Saat
berada di sekolah, mereka akan
memperhatikan mata pelajaran dan mengerjakan tugas pelajaran yang diberikan. Sedangkan
saat di luar sekolah akan melihat tingkah dan perilaku gurunya. Dengan istilah
lain, para peserta didik akan menjadikan guru sebagai figur panutannya.
Sebagai figur panutan, Daoed
Yoesoef, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Pembangunan III era Presiden Soeharto menyebutkan bahwa seorang guru memiliki tiga
tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan.
Memiliki tugas profesional, seorang
guru harus meneruskan ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain
sejenis yang belum diketahui dan yang seharusnya diketahui oleh peserta didik. Memiliki
tugas manusiawi, guru harus membantu peserta didik untuk mengembangkan daya
berpikirnya sehingga mampu turut serta secara kreatif membentuk peradaban demi
perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan masyarakat sekitarnya. Sedangkan tugas
kemasyarakatan, merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik,
turut mengemban dan melaksanakan terhadap hal yang telah digariskan oleh bangsa
dan negara melalui UUD 1945 dan Pancasila.
Mengacu dari tugas
diatas, seorang guru berkewajiban mendidik dan mengajar para peserta didik,
mengubah perilaku dan membentuk karakternya. Selain itu, juga diaharapkan dapat
menjadi contoh atau teladan bagi peserta didik khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Tentu saja karena contoh, haruslah yang baik, segala tingkah lakunya
tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang berlaku dimasyarakat.
Para guru diharapkan
selalu berhati-hati dalam berucap dan berperilaku, karena dibelakangnya ada
sosok yang selalu menggugu
(mempercaya) dan meniru (mencontoh). Yang perlu diingat
lagi, bahwa kualitas peserta didik setelah dewasa, sangat bergantung kepada kualitas gurunya.
Amanah yang melekat di pundak guru
memang berat, tetapi sekaligus menjadi tugas mulia. Untuk memberi penghargaan kepada para guru tersebut, maka
Presiden Soeharto melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 78 tahun 1994
menetapkan pada tanggal 25 November 1994
sebagai Hari Guru Nasional. Tanggal ini dipilih karena bersamaan dengan hari
ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)