Seluruh umat Islam
sedunia menyambut datangnya Hari Raya Idul Adha dengan suka cita Berbagai persiapan
sudah dipersiapkan jauh sebelum pelaksanaan hari agung ini. Di masyarakat sering
didengar istilah Lebaran Haji dan Hari Raya Kurban untuk menyebut Hari Raya
Idul Adha. Dibawah ini untuk penjabarannya.
Penyebutan Lebaran Haji untuk Hari Raya Idul Adha tidak
lepas dari pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci setiap bulan Zulhijah. Sesuai dengan
sabda Nabi Muhammad SAW, dalam HR. Abu
Daud dari Abd. Al-Rahman bin Yu’mar al-Dailiy, disebutkan bahwa : “Haji itu adalah Wukuf Di ‘Arafah, maka
barangsiapa yang mengetahui (wukuf di ‘Arafah) pada malam ‘Arafah, hingga
menjelang terbitnya Fajar dari malam berkumpulnya para jama’ah, maka sungguh
hajinya telah sempurna”.
Pada tanggal 9 Zulhijah, umat Islam yang menunaikan wukuf
di Padang Arafah yang merupakan ritual ibadah haji yang mengajarkan umat Islam
untuk meninggalkan aktivitas sejenak. Kegiatan ini bertujuan agar jemaah dapat
merenungkan diri, seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim setelah menerima perintah
Allah untuk mengorbankan Nabi Ismail.
Bagi
umat Islam yang tidak melaksanakan ibadah haji, bertepatan dengan wukuf di
Arafah atau hari Arafah ini disunahkan untuk menjalankan puasa. Ini sesuai
dengan perintah Nabi Muhammad SAW dalam (HR Muslim : "Puasa hari Arafah dapat menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu
tahun akan datang."
Ada
lagi yang menyebut Hari Raya Idul Adha identik dengan Hari Raya Kurban. Hal ini bermula dari pengorbanan Nabi Ibrahim
Perintah berkurban bagi Muslim yang mampu bermula dari kisah pengorbanan Nabi
Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail, dalam menunaikan perintah Allah SWT.
Dilansir dari laman Nahdlatul Ulama (NU), saat Nabi Ismail beranjak remaja,
Nabi Ibrahim bermimpi mengorbankan putra kesayangannya untuk disembelih. Nabi
Ismail sendiri merupakan anak pertama Nabi Ibrahim yang lahir setelah penantian
panjang. Kala itu, Nabi Ibrahim pun bingung menyikapi mimpinya. Namun, ia tak
lantas mengingkari mimpi tersebut. Nabi justru memilih merenungi mimpi dan
memohon petunjuk kepada Allah.
Malam
berikutnya, mimpi yang sama kembali mendatangi malam Nabi Ibrahim, begitu pula
dengan malam ketiga. Setelah memimpikan hal yang sama hingga tiga kali, barulah
Nabi Ibrahim meyakini dan membenarkan perintah tersebut.
Nabi
Ibrahim adalah orang yang patuh, dia menaati perintah Allah SWT meski harus
mengorbankan anak yang telah lama dinantikan. Allah SWT kemudian berfirman
dalam Surat An-Nahl ayat 120 yang artinya: "Sesungguhnya Ibrahim adalah
seorang Imam (yang dapat dijadikan teladan), qaanitan (patuh kepada Allah), dan
hanif, dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang menyekutukan Allah)."
Nabi yang mendapat julukan Abul Anbiya atau Bapak dari Para Nabi ini pun
menyampaikan isi mimpi kepada anaknya, sebagaimana tertulis dalam Al Quran
Surat Ash-Shaffat ayat 102: "Maka tatkala anak itu sampai (pada usia
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: 'Wahai anakku,
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku sedang menyembelihmu. Maka
pikirkanlah apa pendapatmu!', Ismail menjawab: 'Wahai bapakku, kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu, insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar."
Melihat
ketakwaan Nabi Ibrahim dan putranya, Allah SWT kemudian mengganti Nabi Ismail
dengan seekor kambing. Kisah ini pun menjadi cikal bakal ibadah kurban dan
sebutan Hari Raya Kurban yang dilaksanakan umat Islam setiap 10 Zulhijah.
Menyembelih
hewan kurban diperintahkan bagi umat Islam yang mampu menunaikannya. Inilah latar
belakang Hari Raya Idul Adha sering disebut Hari Raya Kurban. Hewan yang
disembelih untuk ibadah kurban pun beragam, mulai dari sapi, kambing, domba,
kerbau, maupun unta.