Rabu, 17 Juli 2019

MENANAMKAN NILAI-NILAI ANTIPUNGLI SEJAK USIA DINI


TULISAN INI DIBUAT DALAM RANGKA
LOMBA KARYA TULIS ANTIPUNGLI 2019
YANG DISELENGGARAKAN SABER PUNGLI UPP DIY

BAB I
PENDAHULUAN
  
1.1.        Latar  Belakang Masalah
Meskipun pemerintah selalu berinovasi dengan membuat berbagai peraturan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik, namun langkah tersebut belum memberikan dampak yang signifikan kepada masyarakat. Berbagai tindakan menyimpang dari aparat pelayanan publik tidak berkurang, bahkan cenderung makin berkembang. Salah satunya berupa pungutan liar (pungli) yang beranekaragam bentuknya
Pungli merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang yang memiliki tujuan untuk memudahkan urusan atau memenuhi kepentingan dari pihak pembayar pungutan. Biasanya pungli melibatkan dua pihak atau lebih, baik itu pengguna jasa ataupun oknum petugas yang biasa melakukan hubungan langsung untuk melakukan transaksi rahasia maupun terang-terangan. Biasanya pungli dilakukan secara singkat dan umumnya berupa uang.
Salah satu dari sekian banyak faktor terjadinya pungli yakni karakter pribadi petugas pelayanan publik yang lemah. Sebaik dan sebagus apapun peraturan dan Undang-undang yang dibuat, apabila pelaksana aturan berkarakter lemah, maka moralnya tidak dapat dipertanggungjawabkan yang mengakibatkan akan melakukan tindakan kurang terpuji. Agar hal ini tidak semakin berkembang yang akan berakibat sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat maka dibutuhkan langkah pencegahan,
Salah satu cara yang dapat ditempuh, dengan menanamkan nilai-nilai antipungli sejak usia dini. Anak-anak pada rentang usia tersebut ibarat gelas masih kosong, yang dapat diisi apapun tergantung pengisinya. Apabila nilai antipungli sudah ditanamkan sedini mungkin, hal ini akan menjadikan sebuah kebiasaan bagi anak dan pandangan hidupnya. Kebiasaan yang dilakukan terus-menerus dan konsisten akan membentuk sebuah karakter. Selain baik untuk membangun karakter diri pribadinya, juga sebagai upaya untuk mencegah dan akhirnya mengurangi pungli saat mereka dewasa.
Perlu disadari bahwa kebanyakan usia dini masih mengenyam bangku sekolah, sehingga ditanamkannya pendidikan antipungli kepada peserta didik di sekolah akan menjadikan mereka memiliki jiwa antipungli. Jiwa demikian inilah yang akan menjadi benteng untuk tidak melakukan pungli jika mereka sudah dewasa kelak. Langkah ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap dan kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Hal ini untuk menanamkan karakter kepada generasi muda agar mau berlaku jujur dalam hidupnya.
Apabila setiap sekolah sudah menanamkan nilai-nilai anti pungli, niscaya untuk mewujudkan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah Bebas Korupsi yang dicanangkan oleh Tim Saber Pungli UPP DIY akan mudah terwujud. Dengan demikian semakin melengkapi julukan Yogyakarta sebagai Kota Pelajar, Kota Budaya, Kota Wisata, Kota Batik Dunia dan julukan terbaru sebagai Kota Bebas Kosupsi.

1.2.        Rumusan Masalah
Untuk  menyederhanakan pembahasan, maka uraian masalah dirumuskan sebagai berikut :
1)    Pengertian pungli
2)    Faktor penyebab pungli
3)    Upaya pencegahan pungli

1.3.        Tujuan
Karya tulis ini bertujuan untuk :
1)    Mengetahui pengertian istilah pungli
2)    Mengetahui faktor penyebab terjadinya pungli
3)    Tindakan mencegah pungli dari lingkungan sekolah









BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Pungli
         Banyak definisi tentang pungli, salah satunya diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau Pegawai Negeri atau Pejabat Negara dengan meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut. Hal ini sering disamakan dengan korupsi, pemerasan dan penipuan.
     Tingginya tingkat ketidakpastian pelayanan sebagai akibat adanya prosedur pelayanan yang panjang dan melelahkan menjadi penyebab dari semakin banyaknya masyarakat yang menyerah ketika berhadapan dengan pelayanan publik yang koruptif. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat cenderung semakin toleran terhadap praktik pungli dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Sebenarnya pungli merupakan suatu gejala sosial yang telah ada di negara ini sejak Indonesia masih dalam masa penjajahan dan bahkan jauh sebelum itu. Namun istilah untuk menyebut perbuatan itu sebagai tindakan pungli, secara nasional baru diperkenalkan pada bulan September 1977, yaitu saat Kaskomkaptib yang bertindak selaku Kepala Operasi Tertib bersama Menpan dengan gencar melancarkan Operasi Tertib (OPSTIB), yang sasaran utamanya pungli.
     Pada masa undang-undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dikeluarkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1977 tentang Operasi Penertiban (1977-1981), dengan tugas membersihkan pungutan liar, penertiban uang siluman, penertiban aparat pemda dan departemen. Untuk memperlancar dan mengefektifkan pelaksanaan penertiban ini ditugaskan kepada Mentri Negara Penertiban Aparatur Negara, untuk mengkoordinir pelaksanaannya dan Pangkopkamtib untuk membantu Departemen/Lembaga pelaksanaannya secara operasional (Wijayanto,2010:672).
     Pungli juga termasuk dalam kategori kejahatan jabatan, dimana dalam konsep kejahatan jabatan dijabarkan bahwa pejabat demi menguntungkan diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
     Dalam rumusan korupsi pada pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001 (Tindak Pidana Korupsi), menjelaskan definisi pungli adalah suatu perbuatan yang dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
     Istilah lain yang dipergunakan oleh masyarakat mengenai pungli adalah uang sogokan, uang pelican, salam tempel, uang persahabatan dan masih banyak lagi. Pungli pada hakekatnya adalah interaksi antara petugas dengan masyarakat yang didorong oleh berbagai kepentingan pribadi (Soedjono,1983:15).

2.2  Faktor Penyebab Pungli
            Terjadinya pungli disababkan banyak faktor, yang dapat dibagi menjadi 2 (dua) aspek, yakni :
A.      Aspek Individu Pelaku
1)    Karakter yang lemah
2)    Sifat rakus
3)    Gaya hidup yang konsumtif
4)    Kebutuhan melebihi penghasilan
5)    Malas atau tidak mau kerja
B.      Aspek Organisasi
1)    Belum ada kultur organisasi yang jujur
2)    Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
3)    Sistem akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai
4)    Lemahnya sistem kontrol dan pengawasan oleh atasan
5)    Penyalahgunaan wewenang

2.3.    Upaya  Pencegahan Pungli
Untuk mencegah agar pungli tidak semakin berkembang atau hilang sama sekali, terdapat beberapa upaya yang dapat ditempuh, antara lain :
1)    Upaya pencegahan (preventif).
2)    Upaya penindakan (kuratif)
3)    Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa

2.3.1. Upaya Pencegahan (Preventif)
            Ada kalimat bijak yang menyebutkan : “Mencegah lebih baik daripada mengobati”, hal tersebut cocok pula diterapkan pada tindakan pungli. Agar pungli tidak terjadi pada pelayanan publik, dapat dilakukan beberapa tindakan pencegahan, antara lain :
a)    Menciptakan aparatur pemerintahan jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
b)    Penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan dan keahlian
c)    Pegawai yang memiliki jabatan dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tanggung jawab yang tinggi
d)    Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
e)    Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol efisien.
f)     Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
g)    Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
h)    Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.

2.3.2. Upaya Penindakan (Kuratif)
Meskipun sudah dilakukan pencegahan, namun apabila oungli tetap dilakukan, maka sebagai negara yang berlandaskan hukum, setiap warga negara yang melanggar peraturan dan Undang-undang, harus menjalani proses hukum yang berlaku. Untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku pungli, maka perlu adanya upaya penindakan terhadap mereka yang terbukti melanggar, tanpa peduli jabatan apapun dan menghindari tebang pilih. Ujud penindakan dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. 
Apabila hukum dan keadilan dapat ditegakkan, selain berdampak jera bagi pelakunya, masyarakat juga akan melihat dan menyaksikan proses hukum tersebut, sehingga mereka akan menjuhi bahkan menghindari untuk melakukan perbuatan serupa.

2.3.3. Upaya Edukasi Melalui Sekolah
            Setiap pejabat yang saat ini memegang dan mengurusi pelayanan publik, hampir dipastikan semuanya pernah mengenyam pendidikan formal di sekolah. Menanamkan nilai-nilai antipungli kepada peserta didik di sekolah merupakan langkah efektif untuk mencegah pungli di masyarakat. Ilmu yang mereka dapat akan melekat dan diingat terus sampai usia dewasa.
Meskipun ditujukan kepada peserta didik, namun langkah ini bukan hanya menjadi tanggung jawab para guru di sekolah. Dibutuhkan dukungan dari para orangtua, keluarga, pengasuh, pendidik dan para pemerhati anak.  Termasuk pula pemerintah harus hadir untuk memberikan kebijakan yang konstruktif.
            Beberapa bekal nilai yang dapat diberikan kepada peserta didik untuk menunjang anti pungli, antara lain :
a)    Kejujuran
Sikap jujur merupakan kesamaan antara kata dan perbuatan. Banyak hal yang dapat dilakukan agar seorang anak termotivasi ketika melakukan suatu hal yang diperoleh dengan cara tindakan jujur. Tidak bohong, berani mengakui kesalahan dan selalu tepat janji merupakan karakter yang harus dibangun. Termasuk pula tidak mengambil kepunyaan orang lain dan membiasakan minta izin sebelum meminjam juga patut ditanamkan
b)    Kesederhanaan
Sikap sederhana merupakan cara untuk merasa cukup terhadap sesuatu yang dimiliki saat ini. Mengacu kodrat manusia yang selalu menginginkan banyak hal, maka anak harus diberi pengertian agar dapat membedakan antara keinginan dan kebutuhan.
c)    Kegigihan
Setiap anak pasti mengalami hambatan dan gangguan dalam meraih sesuatu dalam aktivitas hariannya. Perlu diberikan pengertian bahwa semua hal yang menimpa terhadap dirinya harus dihadapi dengan gigih, baik hal yang menyenangkan maupun menyedihkan.
d)    Keberanian
Menumbuhkan rasa berani dan percaya diri dapat dibangun dengan membiarkan anak berekplorasi dan belajar dari kesalahannya. Anak selalu didorong untuk melakukan hal yang diyakininya sebagai sesuatu yang benar. Selain itu juga punya keberanian untuk menegur taman atau orang lain yang melakukan perbuatan salah dan menyimpang.
e)    Rasa Tanggung Jawab
Dimulai dari hal yang kecil dan sederhana, anak dapat diberi kepercayaan terhadap sesuatu. Dengan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya, niscaya akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang tinggi.
f)     Kedisiplinan
Menumbuhkan sikap disiplin dapat dilakukan dengan contoh tindakan dan bukan paksaan, agar nilai tersebut datang dari dirinya sendiri. Kebiasaan tepat waktu, membuang sampah pada tempatnya, mengikuti peraturan di rumah atau di sekolah merupakan beberapa bentuk disiplin yang patut menjadi kebiasaan.
g)    Keadilan
Setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama dan harus diperlakukan dengan setara. Konsep adil bukan berarti sama, melainkan sesuai dengan usia dan kedudukannya.
h)    Kepedulian
Menumbuhkan empati sejak kecil dan mengajari anak tentang emosi, serta menunjukkan bagaimana caranya peduli dengan cara sederhana. Menghibur teman yang sedih, berbagi makanan kepada teman yang tidak membawa bekal, merupakan contoh kepedulian kepada sesama
i)      Kerjasama
Melalui kerjasama, maka suatu pekerjaan akan terasa lebih ringan dan cepat selesai serta hasilnya memuaskan banyak pihak.

Beberapa nilai tersebut diatas dapat ditanamkan kepada peserta didik di setiap sekolah mulai dari TK, SD/MI, SMP/MTs sampai SMA/SMK/MK dan sederajad.  Yogyakarta sebagai Kota Pelajar, yang banyak daerah lain mengacu strategi pembelajaran peserta didiknya, selayaknya menjadi pionir untuk memberikan bekal nilai-nilai anti pungli di sekolah.
  Nilai-nilai anti pungli yang diberikan dan ditanamkan kepada peserta didik, akan diserap dan melekat terus dalam hati sanubarinya sampai dewasa. Nilai tersebut akan  menjadikannya sebagai kebiasaan dan pandangan hidup. Kebiasaan yang dilakukan terus-menerus secara konsisten, akan tumbuh menjadi karakter.  Langkah inilah yang diharapkan dapat mengurangi tindak pungli dan akhirnya mencegah terjadinya tindakan kurang terpuji dan meresahkan masyarakat tersebut..
Berawal dari peserta didik sekolah di Yogyakarta, kemudian diikuti sekolah lain di seluruh nusantara, maka terbentuk karakter kuat, sehingga setelah mereka dewasa akan memiliki akhlak mulia dan budi pekerti luhur, yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. Bahkan menjadi sumber daya manusia berkualitas, yang merupakan modal pemerintahan bersih bagi bangsa Indonesia.




           
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, secara umum pungli diartikan sebagai pungutan yang dilakukan secara tidak sah atau melanggar aturan, oleh dan untuk kepentingan pribadi. Pungli merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau Pegawai Negeri atau Pejabat Negara dengan meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut. Pungutan liar (pungli) adalah jenis pelnggaran hukum yang masuk kategori korupsi.
            Untuk mengurangi berkembangnya pungli dan bahkan menghilangkannya, terdapat beberapa upaya yang dapat ditempuh, salah satunya upaya edukasi melalui sekolah. Langkah ini ditempuh dengan menanamkan nilai-nilai anti pungli  sejak usia dini, sehingga setelah dewasa karakter tersebut selalu dibawa dan terpatri dalam hati dan sanubarinya.

3.2  Saran
Pemerintah melalu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan beserta dinas terkait, membuat kebijakan agar setiap sekolah dapat memberikan materi antipungli, baik melalui kegiatan ekstrakurikuler atau mata pelajaran wajib di sekolah










DAFTAR PUSTAKA


1.    Atmasasmita, Romli, Prof., DR., S.H., LL.M. 2001. Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum. Bandung : CV. Mandar Maju
2.    Dwiyono, Agus, dkk. 2004. Kewarganegaraan. Jakarta : Yudhistira
3.    Kristiadi, J., Dr. 2005. Meletakkan Demokrasi. Semarang : Yayasan Karyawan Suara Merdeka
4.    Samodra Wibawa, Arya Fauzy F.M, dan Ainun Habibah, ”Efektivitas Pengawasan Pungutan Liar Di Jembatan Timbang,”. Jurnal Ilmu Administrasi Negara. Vol 12 No 2, Januari 2013, hal.75
5.    Soedjono D, 1983, Pungli Analisa Hukum Dan Kriminologi, CV Sinar Baru, Bandung. hal.36.
6.    Soeroso, R., S.H. 2002. Penghantar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.
7.    Suharto, R.M. S.H. 2002. Hukum Pidana Materiil. Jakarta : Sinar Grafika
8.    Wijaya. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan VII A. Solo : CV. Johan Setiawan.



Tulisan ini masuk kategori 6 terbaik dari LOMBA KARYA TULIS ANTIPUNGLI 2019 YANG DISELENGGARAKAN SABER PUNGLI UPP DIY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ajak Pengguna Memulai Perjalanan Inovasi, ASUS Keluarkan Zenfone 11 Ultra

  Zenfone 11 Ultra (Sumber : ASUS Indonesia)              ASUS berusaha terus menerus menata ulang teknologi hari ini untuk hari esok. Salah...