TULISAN
INI DIBUAT DALAM RANGKA
LOMBA
KARYA TULIS ANTIPUNGLI 2019
YANG
DISELENGGARAKAN SABER PUNGLI UPP DIY
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang Masalah
Meskipun pemerintah selalu
berinovasi dengan membuat berbagai peraturan dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan publik, namun langkah tersebut belum memberikan dampak yang
signifikan kepada masyarakat. Berbagai tindakan menyimpang dari aparat
pelayanan publik tidak berkurang, bahkan cenderung makin berkembang. Salah
satunya berupa pungutan liar (pungli) yang beranekaragam bentuknya
Pungli merupakan salah
satu bentuk penyalahgunaan wewenang yang memiliki tujuan untuk memudahkan
urusan atau memenuhi kepentingan dari pihak pembayar pungutan. Biasanya pungli
melibatkan dua pihak atau lebih, baik itu pengguna jasa ataupun oknum petugas
yang biasa melakukan hubungan langsung untuk melakukan transaksi rahasia maupun
terang-terangan. Biasanya pungli dilakukan secara singkat dan umumnya berupa
uang.
Salah satu dari sekian
banyak faktor terjadinya pungli yakni karakter pribadi petugas pelayanan publik
yang lemah. Sebaik dan sebagus apapun peraturan dan Undang-undang yang dibuat, apabila
pelaksana aturan berkarakter lemah, maka moralnya tidak dapat
dipertanggungjawabkan yang mengakibatkan akan melakukan tindakan kurang
terpuji. Agar hal ini tidak semakin berkembang yang akan berakibat sangat
memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat maka dibutuhkan langkah pencegahan,
Salah satu cara yang dapat
ditempuh, dengan menanamkan nilai-nilai antipungli sejak usia dini. Anak-anak pada
rentang usia tersebut ibarat gelas masih kosong, yang dapat diisi apapun
tergantung pengisinya. Apabila nilai antipungli sudah ditanamkan sedini
mungkin, hal ini akan menjadikan sebuah kebiasaan bagi anak dan pandangan
hidupnya. Kebiasaan yang dilakukan terus-menerus
dan konsisten akan membentuk sebuah karakter. Selain baik untuk
membangun karakter diri
pribadinya, juga sebagai upaya untuk mencegah dan akhirnya mengurangi pungli saat mereka dewasa.
Perlu disadari bahwa
kebanyakan usia dini masih mengenyam bangku sekolah, sehingga ditanamkannya
pendidikan antipungli kepada peserta didik di sekolah akan menjadikan mereka memiliki
jiwa antipungli. Jiwa demikian inilah yang akan
menjadi benteng untuk tidak melakukan pungli jika
mereka sudah dewasa kelak. Langkah
ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap dan kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Hal ini untuk menanamkan
karakter kepada generasi muda agar mau berlaku jujur dalam hidupnya.
Apabila setiap sekolah
sudah menanamkan nilai-nilai anti pungli, niscaya untuk mewujudkan Daerah
Istimewa Yogyakarta sebagai daerah Bebas Korupsi yang dicanangkan oleh Tim
Saber Pungli UPP DIY akan mudah terwujud. Dengan demikian semakin melengkapi
julukan Yogyakarta sebagai Kota Pelajar, Kota Budaya, Kota Wisata, Kota Batik
Dunia dan julukan terbaru sebagai Kota Bebas Kosupsi.
1.2.
Rumusan
Masalah
Untuk
menyederhanakan pembahasan, maka uraian masalah dirumuskan sebagai
berikut :
1)
Pengertian
pungli
2)
Faktor
penyebab pungli
3)
Upaya
pencegahan pungli
1.3.
Tujuan
Karya tulis ini bertujuan untuk :
1)
Mengetahui
pengertian istilah pungli
2)
Mengetahui
faktor penyebab terjadinya pungli
3)
Tindakan
mencegah pungli dari lingkungan sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Pungli
Banyak
definisi tentang pungli, salah satunya diartikan sebagai perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang atau Pegawai Negeri atau Pejabat Negara dengan meminta
pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan
yang berkaitan dengan pembayaran tersebut. Hal ini sering disamakan dengan
korupsi, pemerasan dan penipuan.
Tingginya
tingkat ketidakpastian pelayanan sebagai akibat adanya prosedur pelayanan yang
panjang dan melelahkan menjadi penyebab dari semakin banyaknya masyarakat yang
menyerah ketika berhadapan dengan pelayanan publik yang koruptif. Hal ini
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat cenderung semakin
toleran terhadap praktik pungli dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Sebenarnya pungli
merupakan suatu gejala sosial yang telah ada di negara ini sejak Indonesia
masih dalam masa penjajahan dan bahkan jauh sebelum itu. Namun istilah untuk
menyebut perbuatan itu sebagai tindakan pungli, secara nasional baru
diperkenalkan pada bulan September 1977, yaitu saat Kaskomkaptib yang bertindak
selaku Kepala Operasi Tertib bersama Menpan dengan gencar melancarkan Operasi
Tertib (OPSTIB), yang sasaran utamanya pungli.
Pada
masa undang-undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, dikeluarkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1977 tentang Operasi
Penertiban (1977-1981), dengan tugas membersihkan pungutan liar, penertiban
uang siluman, penertiban aparat pemda dan departemen. Untuk memperlancar dan
mengefektifkan pelaksanaan penertiban ini ditugaskan kepada Mentri Negara
Penertiban Aparatur Negara, untuk mengkoordinir pelaksanaannya dan
Pangkopkamtib untuk membantu Departemen/Lembaga pelaksanaannya secara
operasional (Wijayanto,2010:672).
Pungli
juga termasuk dalam kategori kejahatan jabatan, dimana dalam konsep kejahatan
jabatan dijabarkan bahwa pejabat demi menguntungkan diri sendiri atau orang
lain, menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa seseorang untuk memberikan
sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Dalam
rumusan korupsi pada pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari pasal
12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan
ulang pada UU No. 20 Tahun 2001 (Tindak Pidana Korupsi), menjelaskan definisi pungli
adalah suatu perbuatan yang dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara yang
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri.
Istilah
lain yang dipergunakan oleh masyarakat mengenai pungli adalah uang sogokan,
uang pelican, salam tempel, uang persahabatan dan masih banyak lagi. Pungli pada
hakekatnya adalah interaksi antara petugas dengan masyarakat yang didorong oleh
berbagai kepentingan pribadi (Soedjono,1983:15).
2.2 Faktor
Penyebab Pungli
Terjadinya pungli disababkan banyak
faktor, yang dapat dibagi menjadi 2 (dua) aspek, yakni :
A. Aspek
Individu Pelaku
1) Karakter
yang lemah
2) Sifat rakus
3) Gaya hidup
yang konsumtif
4) Kebutuhan
melebihi penghasilan
5) Malas atau
tidak mau kerja
B. Aspek
Organisasi
1) Belum ada
kultur organisasi yang jujur
2) Kurang
adanya sikap keteladanan pimpinan
3) Sistem
akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai
4) Lemahnya
sistem kontrol dan pengawasan oleh atasan
5) Penyalahgunaan
wewenang
2.3.
Upaya Pencegahan Pungli
Untuk
mencegah agar pungli tidak semakin berkembang atau hilang sama sekali, terdapat beberapa
upaya yang dapat ditempuh, antara lain :
1)
Upaya
pencegahan (preventif).
2)
Upaya
penindakan (kuratif)
3)
Upaya
edukasi masyarakat/mahasiswa
2.3.1. Upaya Pencegahan
(Preventif)
Ada kalimat bijak yang
menyebutkan : “Mencegah lebih baik
daripada mengobati”, hal tersebut cocok pula diterapkan pada tindakan
pungli. Agar pungli tidak terjadi pada pelayanan publik, dapat dilakukan beberapa
tindakan pencegahan, antara lain :
a)
Menciptakan
aparatur pemerintahan jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
b)
Penerimaan
pegawai berdasarkan prinsip keterampilan dan
keahlian
c)
Pegawai
yang memiliki jabatan dihimbau
untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tanggung jawab yang tinggi
d)
Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai
dan ada jaminan masa tua.
e)
Sistem
keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi
dan dibarengi sistem kontrol efisien.
f)
Melakukan
pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
g)
Berusaha
melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
h) Menanamkan semangat nasional yang positif
dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan
formal, informal dan agama.
2.3.2. Upaya Penindakan
(Kuratif)
Meskipun
sudah dilakukan pencegahan, namun apabila oungli tetap dilakukan, maka sebagai
negara yang berlandaskan hukum, setiap warga negara yang melanggar peraturan
dan Undang-undang, harus menjalani proses hukum yang berlaku. Untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku
pungli, maka perlu adanya upaya penindakan terhadap mereka
yang terbukti melanggar,
tanpa peduli jabatan apapun dan menghindari tebang pilih. Ujud penindakan dengan
diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum
pidana.
Apabila
hukum dan keadilan dapat ditegakkan, selain berdampak jera bagi pelakunya, masyarakat
juga akan melihat dan menyaksikan proses hukum tersebut, sehingga mereka akan
menjuhi bahkan menghindari untuk melakukan perbuatan serupa.
2.3.3. Upaya Edukasi Melalui
Sekolah
Setiap pejabat yang saat ini
memegang dan mengurusi pelayanan publik, hampir dipastikan semuanya pernah
mengenyam pendidikan formal di sekolah. Menanamkan nilai-nilai antipungli kepada peserta didik di
sekolah merupakan langkah efektif untuk mencegah pungli di masyarakat. Ilmu
yang mereka dapat akan melekat dan diingat terus sampai usia dewasa.
Meskipun ditujukan kepada peserta didik, namun
langkah ini bukan hanya menjadi tanggung jawab para guru di sekolah. Dibutuhkan
dukungan dari para orangtua,
keluarga, pengasuh, pendidik dan para pemerhati anak. Termasuk pula pemerintah harus hadir untuk
memberikan kebijakan yang konstruktif.
Beberapa bekal nilai yang dapat
diberikan kepada peserta didik untuk menunjang anti pungli, antara lain :
a) Kejujuran
Sikap jujur merupakan kesamaan antara
kata dan perbuatan. Banyak hal yang dapat dilakukan agar seorang anak
termotivasi ketika melakukan suatu hal yang diperoleh dengan cara tindakan
jujur. Tidak bohong, berani mengakui kesalahan dan selalu tepat janji merupakan
karakter yang harus dibangun. Termasuk pula tidak mengambil kepunyaan orang
lain dan membiasakan minta izin sebelum meminjam juga patut ditanamkan
b) Kesederhanaan
Sikap sederhana merupakan cara untuk
merasa cukup terhadap sesuatu yang dimiliki saat ini. Mengacu kodrat manusia yang
selalu menginginkan banyak hal, maka anak harus diberi pengertian agar dapat
membedakan antara keinginan dan kebutuhan.
c) Kegigihan
Setiap anak pasti mengalami hambatan
dan gangguan dalam meraih sesuatu dalam aktivitas hariannya. Perlu diberikan
pengertian bahwa semua hal yang menimpa terhadap dirinya harus dihadapi dengan
gigih, baik hal yang menyenangkan maupun menyedihkan.
d) Keberanian
Menumbuhkan rasa berani dan percaya
diri dapat dibangun dengan membiarkan anak berekplorasi dan belajar dari
kesalahannya. Anak selalu didorong untuk melakukan hal yang diyakininya sebagai
sesuatu yang benar. Selain itu juga punya keberanian untuk menegur taman atau
orang lain yang melakukan perbuatan salah dan menyimpang.
e) Rasa Tanggung Jawab
Dimulai dari hal yang kecil dan
sederhana, anak dapat diberi kepercayaan terhadap sesuatu. Dengan kepercayaan
yang telah diberikan kepadanya, niscaya akan menumbuhkan rasa tanggung jawab
yang tinggi.
f) Kedisiplinan
Menumbuhkan sikap disiplin dapat
dilakukan dengan contoh tindakan dan bukan paksaan, agar nilai tersebut datang
dari dirinya sendiri. Kebiasaan tepat waktu, membuang sampah pada tempatnya,
mengikuti peraturan di rumah atau di sekolah merupakan beberapa bentuk disiplin
yang patut menjadi kebiasaan.
g) Keadilan
Setiap orang memiliki hak dan
kewajiban yang sama dan harus diperlakukan dengan setara. Konsep adil bukan
berarti sama, melainkan sesuai dengan usia dan kedudukannya.
h) Kepedulian
Menumbuhkan empati sejak kecil dan mengajari
anak tentang emosi, serta menunjukkan bagaimana caranya peduli dengan cara
sederhana. Menghibur teman yang sedih, berbagi makanan kepada teman yang tidak
membawa bekal, merupakan contoh kepedulian kepada sesama
i) Kerjasama
Melalui kerjasama, maka suatu pekerjaan akan terasa lebih
ringan dan cepat selesai serta hasilnya memuaskan banyak pihak.
Beberapa
nilai tersebut diatas dapat ditanamkan kepada peserta didik di setiap sekolah
mulai dari TK, SD/MI, SMP/MTs sampai SMA/SMK/MK dan sederajad. Yogyakarta sebagai Kota Pelajar, yang banyak
daerah lain mengacu strategi pembelajaran peserta didiknya, selayaknya menjadi
pionir untuk memberikan bekal nilai-nilai anti pungli di sekolah.
Nilai-nilai
anti pungli yang diberikan dan ditanamkan kepada peserta didik, akan diserap
dan melekat terus dalam hati sanubarinya sampai dewasa. Nilai tersebut akan menjadikannya sebagai kebiasaan dan pandangan
hidup. Kebiasaan yang dilakukan terus-menerus secara konsisten, akan tumbuh
menjadi karakter. Langkah inilah yang
diharapkan dapat mengurangi tindak pungli dan akhirnya mencegah terjadinya
tindakan kurang terpuji dan meresahkan
masyarakat tersebut..
Berawal dari peserta didik sekolah di Yogyakarta,
kemudian diikuti sekolah lain di seluruh nusantara, maka terbentuk karakter
kuat, sehingga setelah mereka dewasa akan memiliki akhlak mulia dan budi
pekerti luhur, yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. Bahkan menjadi
sumber daya manusia berkualitas, yang merupakan modal pemerintahan bersih bagi
bangsa Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian diatas, secara
umum pungli diartikan sebagai pungutan yang dilakukan secara tidak sah atau
melanggar aturan, oleh dan untuk kepentingan pribadi. Pungli merupakan
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau Pegawai Negeri atau Pejabat Negara
dengan meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak
berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut. Pungutan liar
(pungli) adalah jenis pelnggaran hukum yang masuk kategori korupsi.
Untuk
mengurangi berkembangnya pungli dan bahkan menghilangkannya, terdapat beberapa
upaya yang dapat ditempuh, salah satunya upaya edukasi melalui sekolah. Langkah
ini ditempuh dengan menanamkan nilai-nilai anti pungli sejak usia dini, sehingga setelah dewasa
karakter tersebut selalu dibawa dan terpatri dalam hati dan sanubarinya.
3.2 Saran
Pemerintah melalu Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan beserta dinas terkait, membuat kebijakan agar setiap sekolah
dapat memberikan materi antipungli, baik melalui kegiatan ekstrakurikuler atau
mata pelajaran wajib di sekolah
DAFTAR
PUSTAKA
1. Atmasasmita, Romli, Prof., DR., S.H.,
LL.M. 2001. Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum. Bandung :
CV. Mandar Maju
2. Dwiyono,
Agus, dkk. 2004. Kewarganegaraan. Jakarta : Yudhistira
3. Kristiadi, J., Dr. 2005. Meletakkan
Demokrasi. Semarang : Yayasan Karyawan Suara Merdeka
4. Samodra Wibawa, Arya Fauzy F.M, dan
Ainun Habibah, ”Efektivitas Pengawasan Pungutan Liar Di Jembatan Timbang,”.
Jurnal Ilmu Administrasi Negara. Vol 12 No 2, Januari 2013, hal.75
5. Soedjono D, 1983, Pungli Analisa Hukum
Dan Kriminologi, CV Sinar Baru, Bandung. hal.36.
6. Soeroso, R., S.H. 2002. Penghantar
Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.
7. Suharto, R.M. S.H. 2002. Hukum Pidana
Materiil. Jakarta : Sinar Grafika
8. Wijaya. 2006. Pendidikan
Kewarganegaraan VII A. Solo : CV. Johan Setiawan.
Tulisan ini masuk kategori 6 terbaik dari LOMBA KARYA TULIS ANTIPUNGLI 2019 YANG DISELENGGARAKAN SABER PUNGLI UPP DIY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar