Setiap
tanggal 21 April, mulai dari kampung hingga tengah perkotaan di seluruh tanah
air disibukkan dengan peringatan kelahiran Raden Ajeng (RA) Kartini. Meskipun
kelahirannya sudah lebih dari satu abad, tetapi pejuang wanita tersebut masih
menyimpan magnit yang luar biasa.
Apabila diperhatikan lebih mendalam,
dibalik berbagai perayaan diatas, masih menyisakan sesuatu yang ganjil (kurang
pas), yakni hilangnya spirit. Suka cita perayaan kelahiran R.A. Kartini
hanyalah ditonjolkan melalui peragaan busana, seperti peragaan baju kebaya,
konde dan juga ada yang menjadikannya sebagai tuntutan atas kesetaraan gender.
Padahal keterpurukan yang dialami kaum Hawa sejak yang dialami R.A. Kartini
sampai saat ini, masih menjadi musuh utama.
Spirit Kartini
Kartini merupakan idola kaum perempuan tempo dulu,
kini hingga yang akan datang. Ketokohannya sangat diakui, lantaran ide-idenya
yang cukup brilian, inspiratif dan menggugah banyak orang. Hampir setiap
gagasannya mampu memberikan spirit terhadap kaum perempuan. Maka tidak
mengherankan apabila jiwa R.A. Kartini dijadikan moment kebangkitan dan
pemberdayaan kodrat perempuan saat ini.
Gencarnya kampanye emansipasi wanita
harusnya tak lantas menyamarkan kodrat perempuan sebagai pendamping laki-laki. Mengacu
dari salah satu surat yang ditulis RA. Kartini untuk Nyonya Abendon pada
bulan Agustus 1900 antara lain berisi : “Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa
berhenti menjadi wanita sepenuhnya”, menunjukkan bahwa perjuangan
kesetaraan Gender tidak lupa dengan kodratnya perempuan melahirkan anak,
mendampingi pendidikan anak dan memastikan rumah tangganya tegak, mengingat perempuan
sebagai tiang rumah tangga.
Para
kaum perempuan yang hidup di era milenial seperti saat ini seyogyanya tidak memaknai
emansipasi sampai kebablasan. Sangat banyak perempuan yang mengangkat
emansipasi setinggi mungkin, namun lupa terhadap kodratnya sebagai anak,
sebagai ibu, dan sebagai istri. Padahal harapan yang diperjuangkan RA. Kartini,
agar mereka dapat berperan dan bertanggung jawab mendidik generasi penerus.
Kenyataan
membuktikan bahwa saat ini perempuan belum sepenuhnya mampu bangkit, berdaya
sesuai misi dan cita-cita R.A. Kartini. Atas nama agama, ekonomi, politik,
sosial, gender, fisiologis, pendidikan dan sebagainya, perempuan jadi alamat
korban penyimpangan sistem terstruktur. Apabila moment perayaan semacam ini
direfleksikan kembali dengan menggali spirit R.A. Kartini yang benar, maka
tidak akan ada lagi wanita yang jadi pelacur, masih bodoh, terbelakang (selalu
diatur kaum laki-laki), wanita dianggap sebagai manusia kelas dua dan
seterusnya.
Yang
lebih memprihatinkan lagi, perempuan di era milenial ini justru menjadi korban
kapitalistik. Dengan alasan ekonomi, mereka rela menjual harga diri, mengais
materi ke negeri orang lain tanpa bekal kemampuan cukup sehingga jadi sasaran
korban kekerasan para majikan, serta mudahnya wanita sebagai alat
komersialisasi merek bintang iklan dan masih banyak lagi contoh lainnya.
Apabila
dikembalikan dengan semangat R.A. Kartini, semua kenyataan itu merupakan bentuk
dehumanisasi atau menyalahi kodrat kewanitaan yang semestinya. Seharusnya cara
untuk keluar dari keterpurukan tersebut, atau hitung-hitung untuk bisa bersaing
dengan kaum laki-laki, bukan harus menjadi seperti itu. Melainkan harus
berpendidikan luas, punya tanggungjawab diri sebagai wanita, dapat mengurus
urusan rumahtangga dengan baik, mampu bersaing dan berjuang di pentas publik
dan sebagainya
Jadi,
dalam konteks kekinian harusnya yang perlu diteladani oleh generasi sekarang
ialah semangat (spirit) pencerahannya yang substansial dan bukan pada aspek
labelitas fisik yang berupa seremonial/ritual. Contoh-contoh brilian yang
diusung Kartini ketika itu, khususnya bagi wanita, adalah mereka memiliki hak
yang sama dalam memperoleh pendidikan sekolah, hak untuk melakukan aktifitas ke
luar rumah, hak untuk memilih calon suami sesuai pilihannya. Namun di lain
pihak, dia juga berusaha untuk menghindar dari pengaruh budaya Barat, walaupun
dia juga mengakui bahwa kita harus perlu belajar dari Barat karena lebih maju
dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Perempuan
Milenial
Arti kehidupan sebenarnya seperti yang
diangankan R.A. Kartini, bahwa perempuan kini harus lebih cerdas dan
berpengetahuan, lebih berbudi pekerti luhur, beramal shaleh (baik) sesuai
bidang kemampuannya, dan menghormati kodrat diri sendiri. Dengan begitulah
secercah harapan R.A. Kartini tempo dulu dapat diwujudkan dan bisa mengangkat
jiwa dan martabat bagi kaum perempuan masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar