Membahas
seputar pembajakan buku, saya jadi teringat pada masa kuliah di Jogja beberapa
tahun lalu. Bahkan peristiwa tesebut masih hangat teringat sampai sekarang. Saat
itu saya diberitahu oleh teman tentang tempat jual buku yang harganya “agak miring” alias lebih murah. Tanpa pikir
panjang, saya langsung tertarik dan pingin memburunya.
Sumber foto : ngobrolin.id
Maklum
saja, karena sebagai mahasiswa yang kos dan tinggal berjauhan dari orangtua, potongan
harga ibarat dewa penolong yang bikin gembira. Dengan selisih 30% lebih murah dari
harga normal, saya rela memburunya meskipun jaraknya lumayan jauh dari tempat
kos. Sudah puluhan buku dengan berbagai tema, saya peroleh dari tempat “murah” tersebut. Kebanyakan yang saya
beli bertema motivasi dan pendidikan yang banyak diterbitkan Penerbit Mizan.
Teknis
membeli buku “murah” tersebut memang kelihatan
agak ribet, namun saya menikmatimya. Langkah pertama saya pergi ke toko buku
resmi yang sudah punya nama besar, dengan tujuan dapat melihat harganya. Setelah
ditemukan judul buku lengkap dengan banderol harganya, saya langsung ke tempat menjual buku “murah”. Uang dari potongan harga, biasanya saya gunakan untuk
membeli jajanan makanan yang agak beda dari hari biasanya.
Memang
sesaat setelah mendapatkan buku, hati merasa bangga dan berbunga-bunga, karena
bisa mendapatkan buku dengan judul dan penerbit sama dengan, tetapi harga lebih
murah. Namun seiring berjalannya waktu, buku hasil membeli di tempat “murah” tersebut, lambat laun terbuka
titik terangnya. Mulai dari jilidan buku yang mudah lepas dan mengakibatkan
lembar setiap halamannya berantakan, sampai ketajaman cetakan nmulai pudar, semuanya
membuat emosi dan tidak jarang muncul rasa marah. Inilah buku bajakan yang dihasilkan
beberapa oknum demi keuntungan sepihak.
Rasa
marah yang terpendam saat melihat dan membaca buku bajakan, bingung mau ditujukan
kepada siapa, karena saat itu saya telah memutuskannya sendiri. Salah satu
langkah mencegah rasa marah tidak muncul
lagi, mulai saat itu saya tidak lagi membeli buku di tempat yang “murah” sampai sekarang. Saya menghargai
kreativitas para penulis yang telah mencurahkan tenaga, ide dan pikirannya
untuk ditularkan kepada orang lain dalam bentuk tulisan. Begitu pula menghargai
kepada penerbit yang telah mewujudkan buku berkualitas sebagai bahan bacaan
yang nyaman dibaca, termasuk Penerbit Mizan di dalamnya.
Yang
menjadi keprihatinan bersama, meskipun pemerintah sudah membuat kebijakan serta
ancaman bagi pembajakan buku, namun sampai saat ini pembajakan buku masih marak
terjadi. Sudah saatnya masyarakat sadar untuk mendukung upaya pemerintah dalam
larangan pembajakan buku dengan cara membeli buku di tempat atau toko buku yang
resmi.
Buku berkualitas bagus yang ditandai dengan
kuatnya jilidan dan tajamnya hasil cetakan, membuat enak dan nyaman dibaca. Sebaliknya,
buku dengan jilidan rapuh dan cetakannya pudar, yang merupakan salah satu ciri
buku hasil bajakan, tidak enak dibaca bahkan dapat menimbulkan nafsu marah saat
membacanya. Ayo bersama-sama mendukung pemerintah dalam upaya pencegahan
pembajakan buku dengan tidak membajak karya penulis dan penerbit, serta
menghindari membeli buku bajakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar