Dengan
kemajuan teknologi informasi, membuat perkembangan & pertumbuhan pengusaha
di Indonesia semakin meningkat. Akibatnya, sebuah trend tempat kerja bersama (co
working space) juga bermunculan. Namun kebanyakan
co working space yang ada saat ini belum mempedulikan kenyamanan bagi kaum
difabel. Padahal mereka memiliki hak yang sama dengan orang normal pada
umumnya.
Melihat
kenyataan demikian ini mendorong Dinas
Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membidik
sebuah ruang publik yang minimalis untuk mendirikan co working space yang
inklusif dan aksesibel.
Kaum
Difabel
Sebenarnya
para kaum difabel tidak perlu dikasihani, namun harus diberikan pendampingan
dan fasilitas yang memadai agar mereka bisa berkarya dengan hasil yang luar
biasa. Kenyataan menunjukkan bahwa kaum difabel juga memiliki banyak kelebihan
yang bahkan lebih baik dari nondifabel
Namun
saat ini masih banyak ditemui para kaum difabel tidak bisa berperan aktif secara
luas di lingkungan sosialnya, karena terkendala fasilitas. Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk
memberi kebebasan ruang gerak bagi mereka adalah dengan penyediaan co working
space yang inklusif dan aksesibel.
Hal ini harus dilakukan pemerintah melalui dinas
terkaut agar kaum difabel memiliki hak untuk memperoleh akses terhadap
informasi, sejalan dengan arah kebijakan inklusi. Kebijakan inklusi pada
intinya adalah bagaimana meminimalkan hambatan yang dihadapi, menyediakan akses
yang tepat dan memberi ruang bagi kaum difabel untuk berpartisipasi
Diskominfo Co Working Space (DCS)
Belum lama ini, Diskominfo DIY meresmikan co working
space yang inklusif dan aksesibel dengan nama Diskominfo Co Working Space
(DCS). Fasilitas baru tersebut diharapkan bisa dimanfaatkan oleh kaum difabel
untuk mengembangkan gagasan kreatifnya.
Tujuan co working space yang inklusif adalah untuk
menempatkan cara pandang individu atau kelompok lain para pecandu teknologi
serta pengusaha baru, dalam melihat dunia kerja yang berbasis teknologi
informasi dan komunikasi, guna mendalami suatu permasalahan. Selama ini
permasalahan yang dihadapi para pengusaha baru adalah tempat kerja (kantor).
Adapun coworking space yang aksesibel terbagi dalam
dua bentuk, yakni aksesibel fisik dan non-fisik. Co working space yang
aksesibel fisik meliputi bangunan yang minimalis, tata letak ruang, kamar
kecil, literary, ruang rapat atau diskusi, halaman dan transportasi. Semua
tersebut bertujuan untuk kemudahan, kegunaan, keselamatan, dan kemandirian.
Agar fungsinya dapat maksimal, maka co working space aksesibel fisik ini juga
dibarengi dengan aksesibel non-fisik yang meliputi pelayanan informasi, jaringan internet,
jaringan listrik serta pelayanan umum berupa akses untuk penyadang disabilitas.
Kedua aksesibel ini harus berjalan beriringan dan tidak bisa dipisah-pisahkan
Meskipun
beberapa wilayah di Yogyakarta sudah terdapat co working space, namun baru Diskominfo
Co Working Space (DCS) rintisan Diskominfo
DIY yang dirancang ramah difabel. Ruang berkarya, meja diskusi, kamar mandi, pintu, semua ramah difabel.
Harapannya agar kaum difabel juga memiliki fasilitas yang setara dengan lainnya.
Fasilitas baru itu diharapkan bisa dimanfaatkan oleh kaum difabel untuk
mengembangkan gagasan kreatifnya.
DCS ini tidak hanya untuk para pengusaha
baru, tetapi bisa juga untuk seseorang yang memiliki bisnis digital secara
individu hingga para freelancer, dari newbie hingga profesional yang
membutuhkan tempat untuk bekerja di luar rumah namun serasa kantor sendiri.
Tidak terlepas pula pengusaha baru dari kaum difabel.
Saat ini tidak sedikit kaum difabel
yang menjadi pengusaha dengan memanfaatkan teknologi, namun hasilnya belum
maksimal. Dibutuhkan dorongan, pendampingan dan fasilitas memadai, agar potensi
yang mereka miliki dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa. DCS rintisan Diskominfo DIY sudah memulainya dengan dukungan yang
nyata.
“Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi
Pagelaran TIK yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY”.
Ayo peduli pada kaum difabel
BalasHapus