Islam
merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam
semesta. Tidak hanya terbatas pada sesama manusia, termasuk didalamnya hewan,
tumbuhan dan semua yang ada di muka bumi. Hal ini sesuai dengan firman Allah
SWT dalam surat Al-Alnbiya` (107) yang berbunyi : “Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam”
Diantara
semua makhluk tersebut, yang paling mulia adalah manusia, karena diberik pikiran
dan perasahaan sehingga dapat mengatur dan mengendalikan makluk lainnya. Namun dibalik
itu, manusia juga termasuk makluk yang lemah karena untuk melakukan kelancaran
sesuatu membutuhkan bantuan manusia lain. Disinilah sikap kebersamaan manusia
sangat dibutuhkan.
Umat Islam Adalah
Saudara
Dalam beberapa literatur menyebutkan bahwa semua nabi
menyebarkan Islam. Zabur sebagai kitab suci umat Islam pada zaman Nabi Daud,
Taurot sebagai kitab suci umat Islam pada zaman nabi Musa dan Injil sebagai
kitab suci umat Islam di zaman nabi Isa. Walaupun sebenarnya dari sisi aqidah
tidak ada perbedaan dengan nabi-nabi sebelumnya. Yang berbeda hanya syariat,
sebab terkadang ada tata cara berbeda tentang sholat dan puasa antara ajaran
satu nabi dengan nabi yang lain. Dan seluruh syariat nabi terdahulu secara
otomatis telah dihapus seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW.
Penerapan
Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin dalam kaitannya dengan sesama
manusia, mengandung arti bahwa tidak ada pembedaan antara muslim dan non muslim
atas rahmat dunia. Karena rahmat dalam konteks rahman adalah bersifat menyeluruh,
sehingga orang-orang non-muslim pun mendapatkan ke-rahman-an di dunia. Selain
itu, Islam merupakan agama yang pluralis, karena mengakui keberadaan semua
bangsa, mengakui seluruh lapisan masyarakat dan juga mengakui semua agama.
Dengan adanya kesadaran untuk menghargai pluralisme merupakan bukti bahwa Islam
membawa rahmat bagi seluruh alam.
Sudah
diketahui bersama bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk
muslim terbanyak di dunia. Mengacu dari keterangan di atas, seyogyanya
Indonesia menjadi negara yang indah, damai, dan beradab. Untuk mewujudkan hal
ini, maka dibutuhkan pendidikan akhlak dan budi pekerti bagi setiap warganya. Mulai
dari anak-anak, remaja, dewasa sampai orang tua, wajib untuk belajar tentang
agama yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Harus
dipahami bahwa setiap muslim drngan muslim yang lain merupakan satu kesatuan
utuh, yang masing-masing harus saling memperkuat. Hal ini sesuai dengan sabda
Nabi Muhammad SAW dalam hadis Muslim yang berbunyi : “Orang iman dengan orang iman yang lain adalah seperti sebuah bangunan.
Satu sama lain saling memperkuat”. Masing-masing
bagian bangunan memiliki fungsi yang berbeda dan semuanya saling memperkuat, sehingga
terwujud rumah yang nyaman dihuni, mulai dari pondasi, dinding, lantai, pintu
sampai atap.
Selain
dapat digambarkan sebuah bangunan, kebersamaan sesama muslim juga dapat diibaratkan
sebagai tubuh manusia yang satu. Dalam hadis Bukhori, disebutkan bahwa : “Perumpamaan orang Islam yang saling
mengasihi dan mencintai satu sama lain ibarat satu tubuh. Bila salah satu
anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh tubuh akan ikut merasa sakit”.
Apapun yang menimpa pada diri manusia, semua bagian tubuh ikut merasakannya. Contoh
sederhana pada saat kepala merasa pusing, maka suhu badan meningkat. Akibatnya
kaki merasa berat untuk melangkah da tangan terkadang sulit digerakkan. Bahkan
mulut juga menderita, karena segala makanan yang masuk kedalamnya semuanya
terasa pahit.
Hal
ini hanyalah sebuah gambaran kecil salah satu kegiatan rutin harian yang
membutuhkan kerjasama seluruh bagian tubuh. Masih banyak kegiatan lain dalam
kehidupan sehari-hari yang membutuhkan kerjasama antar organ tubuh.
Kewajiban Umat Islam
Perlu
diketahui bahwa orang Islam memiliki kewajiban vertikal dan horisontal. Kewajiban
vertikal yakni beribadah kepada Alloh SWT sesuai perintay-Nya dalam surat
Adz-dzariyaat (56) yang berbunyi : “Tidak
Aku jadikan jin dan manusia kecuali beribadah kepada-Ku”. Dalam menjalankan
ibadah di negara Indonesia sudah dilindungi dalam UUD 1946 pasal 29 ayat 2 berbunyi : “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masingdan
untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu”. Sangat banyak cabang
ibadah yang dapat dilakukan sesuai yang tercantum dalam Alquran dan Alhadis.
Sedangkan
kewajiban horisontal menyangkut hubungan sosial sesama orang Islam dan manusia
pada umumnya. Hal inilah sama pentingnya dengan kewajiban vertikal, karena
keduanya berkaitan. Apabula orang Islam memiliki hubungan baik di masyarakat,
niscaya kewajiban vertikal juga lancar tidak ada gangguan. Apalagi di negara
Indonesia yang memiliki beraneka ragam suku, agama dan budaya ini dibutuhkan
toleransi dan semangat kebersamaan yang tinggi.
K.H.
Ma`ruf Amin sebagai ketua MUI beberapa waktu lalu pernah mengatakan bahwa : “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku””. Kalimat
ini mengandung arti bahwa untuk memilih agama dan kepercayaan menjadi hak
pribadi masing-masing individu, namun untuk urusan dunia/kemasyarakatan, mereka
harus saling menghormati dan menjaga perasaan, saling membantu dan tolong-menolong,
sehingga dapat berjalan bersama dan memperkuat satu sama lain.
Menghormati
dan menjaga perasaan perlu dilakukan, karena masing-masing orang Islam memiliki
hak yang harus dihormati dan dijaga perasaannya. Hal ini dapat dilakukan dengan
berkata yang baik dan enak didengar, melalui ucapan dan tulisan di media cetak maupun
elektronik. Apabila hal ini dapat dilakukan oleh setiap orang Islam, niscaya
tidak ada lagi saling ejek, saling fitnah baik dengan ucapan langsung maupun
melalui media sosial. Bahkan berita hoax (bohong) yang akhir-aklhir ini begitu
mudah menyebar di dunia maya, tidak akan ditemukan lagi.
Saling
membantu dan tolong-menolong juga perlu dilakukan pada saat ada orang Islam
yang terkena musibah, baik sakit badan, kurang pangan atau penderitaan lainnya.
Meskipun bantuan dan pertolongan yang diberikan hanya hal kecil dan sepele, namun
bagi orang yang menderita merasa sangat terbantu dan diperhatikan. Prinsipnya
setiap orang pasti mengalami musibah dan penderitaan, yang berbeda hanya waktu
dan tingkatannya, sehingga hal yang sama juga dapat menimpa orang lain.
Semangat
Kebersamaan
Bicara
tentang kebersamaan dalam Islam, saya kemudian teringat dua buah ayat yang
dengan tegas menganjurkan kita untuk senantiasa menjaga kekuatan dan
kebersamaan antar kita. Pertama, dimana Allah berfirman dalam surat Ali Imran (103):
“Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.“
Diperkuat
lagi dalam surat Al An'am (153) yang berbunyi :”dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka
ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa”.
Berdasarkan
dua firman diatas, tampak bahwa kunci dari kemenangan Islam tiada lain adalah
kuatnya kebersamaan dan ukhuwah diantara kaum muslimin. Hal ini dikisahkan Nabi
Muhammad SAW dalam hadis Abu Daud :
“Hampir saja umat-umat menyerang kalian dari
segala penjuru, bagaikan rayap-rayap yang menyerang tempat makannya sediri”
Lalu para sahabat bertanya, “Apakah jumlah kita waktu itu sedikit ya
Rasulullah?”
“Tidak,” jawab Nabi Muhammad SAW,
“Malahan pada waktu itu kalian berjumlah sangat banyak, tetapi kalian seperti
buih pada air banjir. Sesungguhnya Allah SWT telah mencabut kewibawaan kalian
dan pada waktu yang sama Allah menanamkan wahn
dalam hati kalian.” Para sahabat bertanya, “Apa wahn itu? Nabi Muhammad SAW menjawab, "Cinta dunia dan
takut mati."
Apabila
diamati dan dirasakan tampak bahwa hal yang digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW ratusan tahun silam tersebut, sama persis
dengan keadaan yang menimpa umat Islam saat ini. Kaum muslim yang pada saat ini
berjumlah lebih dari 1,4 milyar orang yang tersebar dalam 50 negara seolah
tidak berdaya dalam kancah kehidupan manusia. Persatuan yang telah dijalin berabad-abad
silam, saat masa Muhammad SAW masih
hidup lalu dilanjutkan oleh para sahabat dan Khulafahur Rasyidin, kini sekakan
dihancurkan oleh umat Islam sendiri.
Gelombang
kekerasan atas nama agama sekarang sudah seperti menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan kaum muslimin. Umat Islam yang yang sudah terpola
kedalam berbagai golongan mengklaim adalah golongan yang paling benar. Akibat
klaim saling benar ini kemudian menjadi konflik, bahkan berakhir dengan
pertumpahan darah.
Beberapa
media masa, baik elektronik maupun cetak yang memberitakan keadaan beberapa
umat Islam yang berada di Palestina, Irak, Afganistan, Libanon dan masih banyak
daerah lain yang dalam keadaan menderita. Jangankan untuk berdagang, bertani,
bersekolah, untuk hidup-pun mereka harus berjuang.
Ada
beberapa orang yang beranggapan bahwa hal tersebut sudah takdir dari Alloh SWT.
Anggapan seperti ini merupakan pikiran
picik bagi orang-orang yang egois dan hanya memahami islam secara dangkal. Ingat
bahwa bahwa takdir adalah ujung dari usaha manusia.
Betapa
indahnya kebersamaan yang seharusnya terjalin dalam islam, seperti kebersamaan
dalam tubuh kita yang tanpa dikomando sekalipun sudah tahu harus melakukan apa.
Kebersamaan yang dimiki oleh umat islam diikat oleh sesuatu yang bernama
aqidah. Sebuah ikatan yang sangat kuat, menembus batas suku bangsa, negara,
bahasa, ras, kota, pulau, bahkan benua sekalipun. Sekali seseorang bersahadat
dan ia tetap dalam sahadatnya itu, maka ia adalah saudara kita.
Contoh
terbaik kebersamaan umat islam yang harus menjadi contoh tauladan bagi umat
yang hidup saat ini adalah ketika zaman Nabi Muhammad SAW dan para sahabat yang
biasa dikenal sebagai kaum muhajirin dan anshor. Begitu kuatnya ikatan antar
umat islam di kala itu, seakan-akan seperti saudara kandung sendiri. Orang-orang
anshor berlomba-lomba memberikan bantuan kepada kaum muhajirin yang datang dari
Mekah. Mereka melakukannya dengan ikhlas semata-mata mengharap ridho Allah SWT.
Apabila
merenung lebih dalam lagi, kondisi umat islam saat ini sangat memprihatinkan. Masih
ada yang mempermasahkan antara yang memakai Qunut dengan yang tidak, masih
mempermasalahkan antara mengeraskan bacaan basmillah dalam membaca Alfatihah
pada shalat dengan yang tidak dan masih banyak lagi. Bahkan lebih parah lagi, beberapa orang begitu mudah mengkafirkan orang
lain hanya karena kepentingan sesaat. Padahal dalam Alquran dan Alhadis sudah
dijelaskan bahwa seseorang dikatakan kafir atau sesat apabila akidahnya sudah
melenceng dari ajaran agama Islam. Salah satu contohnya mengakui ada Tuhan
selain Allah, ada nabi selain Nabi Muhammad SAW dan praktek amalan ibadah yang
tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Tampak
bahwa umat islam saat ini mayoritas lebih sibuk dengan kelompoknya
masing-masing. Mereka lebih percaya dengan pemimpin kelompoknya yang terkadang
’secara tak sadar’ telah mengalahkan tingkat kepercayaannya kepada Nabi
Muhammad SAW. Hal ini menyebabkan apapun yang dikatakan oleh Sang Pemimpin,
langsung dipegang teguh. Akibatnya ada kelompok yang menganggap orang islam di
luar golongan mereka adalah kafir, kotor, najis, bahkan halal untuk dibunuh.
Semua
orang tahu bahwa kebenaran hanya milik Allah SWT, bukan milik satu golongan.
Bahkan para imam madzhab sendiri tidak pernah mengklaim bahwa diri (madzhab)
merekalah yang paling benar. Imam Abu Hanifah (Hanafi) pernah berkata: “Tidak halal bagi seseorang mengikuti
perkataan kami bila ia tidak tahu darimana kami mengambil sumbernya”. Imam
Malik (Maliki) juga pernah bekata: “Saya
hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu,
telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Alquran dan hadis, maka ambillah, dan
bila tidak sesuai dengan Alquran dan hadis, maka tinggalkanlah”. Imam
Syafi’i, juga mengatakan hal yang sama : “Bila
kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan hadits Nabi
Muhammad SAW, peganglah hadits Nabi Muhammad SAW itu dan tinggalkanlah
pendapatku itu”. Begitupun dengan
Imam Ahmad bin Hambal (Hambali): “Janganlah
engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, tetapi
ambillah dari sumber mereka mengambil.”
Begitulah
para imam madzhab menganjurkan untuk tidak merasa paling benar sendiri dan tidak
taqlid kepada satu golongan. Bahkan diantara imam madzhab terdapat perbedaan
ijtihad dalam beberapa masalah furu’, mereka tidak saling membid’ahkan dan
menyesatkan satu sama lain. Mereka menganjurkan untuk menelaah terhadap
hadisnya dan jika ada hadis yang lebih kuat (quwwatut dalil), maka silahkan diambil hadis tersebut.
Indahnya
kebersamaan, itulah kata yang pantas untuk umat Islam. Karena dengan
kebersamaan, akan terbentuk persatuan dan lahirlah sebuah kekuatan. Terjalinnya
rasa persaudaraan sesama muslim adalah sesuatu yang agung dan mampu menciptakan
suasana yang harmonis serta selaras. Tidak peduli dimana muslim itu berada,
persaudaraan bisa terus terjalin. Ukhuwah Islamiyah harus tetap terjaga. Karena
hakikatnya sesama muslim itu adalah bersaudara.
Allah
SWT berfirman dalam surat Al Hujurat (10) : "Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu." Apabila rasa persaudaraan sudah
tertanam dalam hati pribadi setiap muslim maka otomatis akan timbul rasa kasih
sayang dan saling membantu satu sama lainnya tatkala mendapat
kesulitan/kesusahan.
Seperti
itulah Nabi Muhammad SAW menggambarkan kehidupan muslim yang seharusnya.
Apabila muslim yang satu mendapat kesusahan maka muslim yang lain siap
membantunya sehinga akan terciptalah kedamaian yang penuh cinta kasih dan tidak
akan ada lagi kesenjangan sosial.
Islam
itu indah, seindah dan semulia pribadi-pribadi muslim yang selalu siap membantu
saudaranya. Kebersamaan dan silaurahmi (ukhuwah Islamiyah) di dunia yang hanya
sementara ini akan berubah menjadi kebersamaan yang abadi kelak di akhirat
dalam naungan safa'at dan ridho-Nya. Hal ini dapat ditempuh dengan menjalankan
roda kehidupan yang sejalan dengan ajaran Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
Allah
SWT menciptakan manusia dengan keahlian dan kepintaran yang berbeda. Semuanya bertujuan
untuk saling memberi dan saling
mengambil manfaat dalam menjalani kehidupan. Orang kaya tidak bisa hidup tanpa
orang kurang mampu. Sebagai contoh orang kaya pasti membutuhkan orang lain yang
bisa membantu seperti pembantu rumah tangga, supir dan lainnya. Demikian pula
orang yang kurang mampu tidak dapat hidup tanpa orang kaya yang mempekerjakan
dan mengupahnya.
Manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri melainkan membutuhkan
kebersamaan dalam kehidupan sehari harinya. Allah SWT menciptakan manusia
beraneka ragam dan berbeda-beda tingkat sosialnya. Ada yang kuat, ada yang
lemah, ada yang kaya, ada yang miskin, dan seterusnya. Sebagaimana Firman Allah
SWT dalam surat Az-Zukhruf (32) : “Apakah
mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan.”
Keberagaman
suku, agama dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia menjadikan energi setiap
warganya untuk saling berjalan bersama, tanpa memperdulikan tingkat ekonomi dan
jabatan. Ajaran yang ada didalam agama Islam dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari untuk semua semua Islam, sehingga dapat menjadikan kebersamaan sebagai
landasan utama dalam pedoman sikap sehari-hari.
Saatnya saling membantu dan memperhatikan, sehingga kebersamaan selalu melekat
BalasHapus