Pada
awalnya, istilah klitih memiliki arti melakukan aktivitas yang tidak jelas
untuk menggambarkan kegiatan jalan-jalan santai. Seiring berjalannya waktu,
klitih mengalami pergeseran makna. Klitih kini identik dengan aksi kekerasan
yang dilakukan para remaja. Terlepas dari definisi tersebut, namun maraknya
aksi klithih di wilayah Yogyakarta akhir-akhir ini menimbulkan keresahan warga.
Akibat
aksi tersebut, semua pihak dirugikan baik dari segi fisik, materi dan psikologis.
Rugi fisik berupa korban dari cedera ringan, cedera berat bahkan hingga
kematian. Rugi materi, berupa beaya berobat, kendaraan rusak ataupun rumah
warga yang salah sasaran. Rugi psikologis dialami korban yang trauma saat
terkena benda-benda tajam yang melukai tubuhnya.
Gambar : Illustrasi
Berdasarkan
data dari Polda DIY terkait aksi klithih, pada tahun 2017 terdapat 44 kasus
kejahatan jalanan dengan menangkap 101 tersangka. Tahun 2018 polisi berhasil
mengungkap 49 kasus dengan menangkap 101 tersangka. Awal bulan Januari 2020
aksi klithih juga berhasil diungkap dengan menangkap dan menghukum semua
pelakunya. Yang lebih memprihatinkan, sebagian besar pelakunya terdiri dari
remaja usia SMP dan SMA.
Kenyataan
di lapangan menunjukkan bahwa pelaku klitihih bukan hanya berasal dari keluarga
kurang beruntung, broken home atau
sejenisnya, tetapi ada juga dari keluarga baik-baik. Pada intinya, kebanyakan orangtua mereka tidak tahu apabila
anaknya sampai sadis berani melukai orang lain tanpa bersalah.
Penyebab
Klithih
Meskipun pihak kepolisian telah
menegakkan hukum sesuai dengan Undang-undang yang berlaku, namun pada
kenyataannya tidak menimbulkan efek jera bagi para pelakunya. Dibutuhkan
kerjasama berbagai pihak mulai dari keluarga, sekolah, komunitas dan pemerintah
untuk menanggulangi dan mencegahnya.
Upaya pencegahan akan lebih efektif,
apabila masing-masing pihak memahami beberapa faktor terjadinya klithih.
Setidaknya, terdapat empat faktor yang menyebabkan terjadinya klitih, yakni : faktor internal, faktor
keluarga, faktor sekolah dan faktor lingkungan.
Faktor internal berasal dari dalam
individu seseorang, yang menyangkut mindset
dalam pikirannya. Seberapa jauh mereka dapat mengimplementasikan tentang
cara solidaritas.
Faktor keluarga bersangkutan dengan komunikasi setiap anggota
keluarga. Apabila perhatian didalam keluarga kurang, yang berakibat komunikasi tidak
harmonis, mengakibatkan anak mencari perhatian di luar rumah dan akan
berkomunikasi dengan orang yang tidak diketahui kualitasnya.
Faktor sekolah, berhubungan dengan kualitas
pengajaran selama kegiatan belajar mengajar. Meskipun sekolah dituntut untuk
meraih prestasi akademik setiap anak didiknya, juga perlu diberi pendidikan
akhlak dan budi pekerti.
Faktor lingkungan juga tidak kalah
penting pengaruhnya terhadap terjadinya klithih, dalam hal ini memilih teman
bergaul. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada umatnya
untuk memilih teman bergaul yang baik. Digambarkan, apabila seseorang dekat
dengan tukang tempa besi, niscaya dia akan terkena percikan abu panas. Apabila
seseorang dekat dengan penjual parfum, niscaya dia akan berbau harum, meskipun
tidak membeli parfumnya.
Dari
keempat faktor diatas, faktor keluarga sangat berperan untuk mempengaruhi
ketiga faktor lainnya.
Ketahanan
Keluarga
Sebenarnya,
maraknya aksi klithih yang belakangan terjadi, tidak mutlak salahnya pelaku,
tetapi tidak terlepas dari peran keluarga. Anak merupakan amanah dasri Alloh
SWT yang diberikan kepada orangtua untuk dipelihara, dididik, didampingi dan
dilindungi sampai dewasa. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 28 B ayat 1yang berbunyi
: "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah." Dilanjutkan ayat 2, : "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi."
Langkah
nyata dari pelaksanaan Undang-Undang diatas, setiap orangtua dapat menjalankan
8 fungsi keluarga secara optimal, yaitu fungsi agama, cinta kasih,
perlindungan, ekonomi, pendidikan, reproduksi, sosial budaya, dan fungsi
lingkungan. Apabila fungsi ini berjalan, niscaya akan terwujud iklim sakinah
(tenteram), mawaddah (saling mencintai), dan rahmah (saling menyayangi).
Keluarga demikian ini akan menciptakan setiap anggotanya merasakan baiti jannati (rumahku surgaku) dalam
keluarganya, yang menyebabkan setiap individu merasa nyaman di dalam rumah.
Keluarga
merupakan fondasi utama dalam membangun sistem dan tatanan sosial sehingga
ketahanan keluarga yang merupakan basis ketahanan nasional harus dimiliki
setiap anggotanya. Apabila ketahanan keluarga dapat dijaga, niscaya aksi klithh
lambat laun akan berkurang dan bahkan hilang sama sekali.
Sekedar urun rembug untuk aksi klithih akhir-akhir ini
BalasHapus